just read it!!! jangan bertanya, jangan berfikir, baca, baca saja....

Wednesday, March 09, 2005

Ruhani Yang Ringkih

Ada fenomena berbahaya yang menggejala pada sebagian ikhwan. Fenomena tersebut dapat terbaca oleh mereka yang jeli memperhatikan tuturan kata, pandangan mata serta gerak langkah ikhwan tadi.

Bagi kalangan du’at, hal demikian cukup berbahaya dan
berpotensi melemahkan kekuatan jama’ah, disamping sebagai bukti menjauhnya
mereka dari manhaj yang mereka kenali. Semua kita tahu bahwa aspek ruhiyah serta
ibadah merupakan garapan terdepan manhaj jama’ah. Penekanan terhadap dua aspek
tadi bukanlah suatu yang berlebihan sehingga mengesankan adanya upaya
pembentukan arus tasawuf dalam jama’ah. Yang jelas bahwa dua aspek tadi adalah
amar (perintah) dari Allah yang harus ditegakkan di samping menjadi
wasilah yang akan menopang soliditas jama’ah.
Apabila nilai-nilai tadi lepas dari genggaman akh, maka akan
meringkihkan ruhiyahnya, kemudian sakit dan berakhir dengan kematian ruhiyah
tersebut, na’udzubillah.
Fenomena ruhiyah yang ringkih dan lemah tidak sedikit
jumlahnya. Di sini akan disebutkan sebagian sambil menurunkan beberapa kasus
dilapangan agar dapat menjadi peringatan bagi setiap akh dan selanjutnya dia
bersegara mengatasinya.
1. Merasakan keras dan kasarnya hati, sampai-sampai seseorang merasakan bahwa hatinya telah berubah menjadi batu keras.
Dimana tidak ada sesuatupun yang dapat merembes kepadanya
ataupun mempengaruhinya. Ungkapan ini tidaklah berlebihan, bukankah al Qur’an
telah menerangkan bahwa hati dapat mengeras sekeras batu. Allah berfirman, “Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi…” QS Al Baqarah [2]: 74
2. Perangai yang tersumbat dan dada yang sempit.
Sampai-sampai terasa ada beban berat menghimpit dan
nyaris terengah-engah kelelahan, sering mengomel dan mengeluh terhadap sesuatu
yang tidak jelas atau gelisah dan sempit dalam pergaulan sehingga tidak peduli
terhadap derita orang lain bahkan timbul ketidaksukaan kepada mereka.
3. Tidak terpengaruh oleh ayat-ayat al-Qur’an yang mengandung ancaman, tuntutan, larangan atau tentang peristiwa kiamat.
Dia mendengarkan al-Qur’an seperti mendengar kalam-kalam
lainnya. Lebih berbahaya lagi apabila dia merasa sempit ketika mendengarkan ayat
al-Qur’an seperti sempitnya dia ketika mendengarkan omongan orang lain. Dia
tidak menyediakan waktu sedikitpun untuk tilawah dan apabila mendengarnya dari
orang lain dia tidak melakukannya dengan khusyu’ dan tenang
4. Peristiwa kematian tidak memberikan bekas pada dirinya.
Begitu juga ketika menyaksikan orang
mati, mengusung jenazah atau menguburkannya di liang lahat, sedikitpun tidak ada
pengaruh pada dirinya. Jika melewati pekuburan seakan hanya berpapasan dengan
batu-batu bisu tidak mengingatkannya akan kematian.
5. Kecintaanya terhadap kesenangan duniawi senantiasa bertambah.
Kesukaannya memenuhi syahwat selalu berkobar. Fikirannya tidak jauh dari pelampiasan syahwat tadi sehingga dia merasa tentram bila sudah memperolehnya. Apabila melihat orang lain memperoleh kenikmatan dunia seperti harta, kedudukan, pangkat, rumah atau pakaian yang
bagus dia merasa tersiksa dan menganggap dirinya gagal. Lebih tersiksa lagi
apabila yang mendapatkan kenikmatan duniawi itu adalah saudaranya sendiri atau
sahabatnya. Terkadang timbul pada dirinya penyakit hasad di mana dia tidak ingin
kenikmatan itu tetap ada pada saudaranya.
6. Ada kegelapan dalam ruhiyah yang berbekas di wajahnya.
Hal ini dapat diamati oleh mereka yang memiliki
ketajaman firasat dan memandang dengan nur Allah. Setiap mu’min memiliki nur
sesuai dengan kadar keimanannya, dia mampu melihat sesuatu yang tidak mampu
dilakukan orang lain. Kegelapan ruhiyah tadi ada begitu pekat sampai begitu
jelas tergambar di wajahnya dan dapat diamati oleh mereka yang meiliki firasat
imaniyah paling lemah sekalipun. Tetapi kegelapan yang remang-remang hanya dapat
diamati oleh mereka yang memiliki firasat imaniyah yang kuat.
7. Bermalas-malasan dalam melakukan kebaikan dan ibadah.
Hal tersebut terlihat dengan kurangnya perhatian
dan semangat. Shalat yang dilakukan hanya sekedar gerakan, bacaan, berdiri dan
duduk yang tidak memiliki atsar sedikitpun. Bahkan tampak dia merasa terganggu
oleh shalat seakan dia berada dalam penjara yang dia ingin berlepas darinya secepat mungkin.
8. Lupa yang keterlaluan kepada Allah.
Sedikitpun dia tidak berdzikir dengan lisannya dan tidak juga
ingat kepada-Nya. Padahal dia selalu menyaksikan ciptaan Allah Swt. Bahkan
terkadang dia merasa keberatan untuk sekedar berdzikir atau berdo’a kepadanya.
Jika dia mengangkat tangannya, cepat sekali dia turunkan kembali untuk segera pergi.
Kiat penyembuhanya
1. Selalu dzikrullah.
Yang dimaksud dengan dzikir di sini adalah berdzikir dengan
lisan disertai dengan persetujuan hati, tafakur akan ciptaan Allah dan mengambil
petunjuk melalui makhluk-makhluk-Nya untuk mengetahui keagungan kekuasaan-Nya,
kecermatan hikmah-Nya, keluasan rahmat-Nya, serta keterikatan makhluk
dengan-Nya. Juga selalu merasakan pengawasan Allah dan kekuasaan-Nya yang mutlak
terhadap manusia serta pentingnya memiliki sifat malu kepada-Nya.


Semua hal tersebut diatas tidak mungkin dicapai dengan mudah
bagi orang yang ringkih ruhiyahnya. Untuk memperolehnya diperlukan kesabaran,
tekad, tidak gelisah serta bertahap sedikit demi sedikit. Setap kali dia
memperoleh sebagian hal diatas maka akan menguatlah ruhiyahnya dan semakin
berkurang keringkihannya hinga sirna tanda-tanda penyakit ruhiyah tadi.


Selanjutnya dia memasuki tahap penyembuhan sampai dia sembuh
total. Ketika itulah dia akan merasakan nikmatnya nilai-nilai luhur tadi dan dia
akan semakin lengket kepadanya. Orang yang ringkih ruhiyahnya bagikan penderita
sakit yang tidak nafsu kepada makanan yang enak. Tetapi dengan berlalunya waktu
dan mencoba memasukkan makanan sedikit demi sedikit, fisiknya akan kembali kuat
dan sirnalah tanda-tanda penyakit. Setelah itu dia kembali sehat dan dapat
menikmati makanan yang enak dengan penuh kerinduan dan suka cita.
2. Menghadirkan potret akhirat dan segala yang terjadi ketika itu.
Ada orang yang berkeinginan untuk dapat kembali ke dunia
guna menghabiskan seluruh umurnya demi keselamatannnya jika mungkin. Hendaknya
seorang akh merenung bahwa rumah akhirat pertama yang akan ditempatinya adalah
kubur, hendaklah dia membayangkannya dengan tajam, memasang potret kubur yang
gelap itu diingatnya serta mengenang tidurnya yang sendirian di mana tidak ada
penghibur kecuali amalnya.


Tersebutlah dahulu ada seorang shalih yang arif menggali
sebuah kubur di rumahnya, setiap kali dia merasa kekerasan di hatinya,
dimasukinya kubur tersebut seraya membaca firman Allah, “…Dia berkata, Ya
Rabb kembalikanlah aku (ke dunia) agar aku berbuat amal yang shalih terhadap
yang telah kutinggalkan…”
QS Al Mu’minun [23]: 99-100. Kemudian orang
shalih itu berkata, “Wahai jiwa, kini engkau telah kembali ke dunia, maka
beramallah yang shalih.”


3. Hendaklah setiap al-akh ingat bahwa kematian lebih dekat kepadanya dari tali sendalnya.
Janganlah dia tertipu oleh masa muda, kekuatan serta
kesegarannnya. Kematian tidak mengenal masa muda. Kekuatan dan kesehatan tidak
mampu mencegah kehadirannya. Dan dia antara hikmah dan rahmat Allah kepada kita,
Dia memperlihatkan kepada kita kematian yang merenggutnya nyawa seorang bayi,
anak kecil, orang muda, orang tua dan juga orang sakit.


Oleh karenanya setiap orang harus ingat bahwa dia pasti
mengalami kematian kapan saja agar selalu bertambah kehati-hatian dan
bersiap-siap meninggalkan dunia. Tahukah engkau wahai saudaraku tentang kematian
dan sakaratul maut yang menakutkan itu? Ketika sakaratul maut tiba pada diri
seseorang, syaitan menghimpun segala kekuatan, kelicikan dan fikirannya. Dia
berkata kepada dirinya, “Jika orang ini lepas dari genggamanku, aku tidak akan
mampu lagi mempengaruhinya.” Maka dibujuknya orang itu untuk kufur, dicintakan
kepadanya kemurtadan dan dihiasinya dunia di matanya sembari mengingatkan orang
tersebut akan kenikmatan yang dia inginkan, agar orang tersebut berpaling dari
akhirat dan harapan bertemu Allah dan akhirnya orang itupun tidak ingin
mengalami kematian dan matilah dia dalam kekufuran, na’udzubillah.
Diceritakan tentang seorang arif yang dikunjungi oleh para
sahabatnya ketika sedang menderita sakit yang membawa kepada kematiannya. Ketika
itu mereka melihat orang bijak tadi menangis. Maka dihiburnyalah dia dengan
mengingatkan bahwa seluruh perbuatannya baik dan rahmat Allah pasti tercurah
untuknya. Orang arif tersebut berkata, “Aku menangisi imanku yang aku
khawatirkan dirampas ketika sakaratul maut.” Bukanlah tempat disini untuk
menerangkan hakikat ucapan orang arif tersebut, cukuplah sebagai pelajaran bagi
setiap al-akh bahwa menghadirkan kematian dan tidak melupakannnya akan
membuatnya senantiasa merasa asing hidup di dunia ini. Dia dapat memahami dengan
baik ma’na ungkapan Rasul Saw., “jadilah engkau di dunia, seakan seorang
asing atau (bahkan) pengembara. Dan golongkan dirimu dalam kelompok penduduk
kubur.”
(HR Bukhari, Tirmidzi, Ahamd dan Ibnu Majjah dari Abdullah bin Umar).


Perasaan terasing tersebut berdampak sangat unik, diantaranya

Pertama, Segala sandungan serta cobaan yang dialami oleh setiap al-akh akan terasa ringan


Kedua, Derita terasa ringan, hati menjadi sabar, kebahagiaan yang tercela mengisut dan dunia yang menipu menjadi jauh


Ketiga, Pandangan akh akan tertuju ke tempat tinggal yang sebenarnya berupa rumah akhirat. Dia tidak merasa tentram dengan kehidupan
duniawi apalagi condong kepadanya. Seorang asing menyadari bahwa menetapnya di
negeri asing hanyalah sementara sedang hatinya selalu menoleh ke rumah yang
tidak akan pernah binasa, rumah bahagia dan derita. Rumah yang dekat dangan
Rabbnya di mana dia dapat melihat-Nya atau rumah yang jauh dari-Nya dan
terhalang untuk melihat-Nya.


Dan apabila seorang al-Akh merenungi kenikmatan akhirat dia
pun akan terbuai harapan dan cita-cita. Harapan yang benar tentunya harus
diiringi upaya yang sungguh-sungguh agar dapat sampai kepada yang dicita-citakan.
Keempat, Memelihara dengan serius segala sarana pensuci
diri dan menopangnya dengan kekuatan dan semangat. Sesungguhnya ruhani dapat
menjadi kotor dan butuh penyucian. Dia pun akan mengalami kelesuan maka harus
selalu diberi semangat. Dia juga mengalami sakit yang membutuhkan pengobatan.
Sebagaimana dia pun mengalami kelemahan yang perlu diberi kekuatan. Semuanya itu
berupa ibadah yang terus menerus dan yang paling utama adalah shalat.


Maka bukanlah suatu yang mengada-ada apabila Rasulullah
mewasiatkan pentingnya shalat kepada ummatnya ketika beliau akan menutup
hayatnya. Shalat, suatu ibadah yang menyenangkan dan dapat menyucikan ruh dari
segala kotoran dan menghubungkan seorang hamba kepada rabbnya.


Sebagaimana jama’ah pun mewasiatkan kepada setiap akh
untuk membaca al Qur’an sebelum shubuh atau sesudahnya, membaca wirid
ma’tsurat sughra dan berziarah kubur sekali dalam sepekan setelah melaksanakan
tugas-tugas diatas. Untuk memudahkan bangun pagi, setiap akh hendaknya
menghindari tidur terlalu malam jika tidak ada kepentingan mendesak. Merekapun
hendaknya tidak membiasakan penggunakan beker.




Wahai ikhwah…
Kami mencintai kalian sebagimana kami mencintai diri kami
sendiri dan kami berharap agar cinta ini berharga di sisi Allah sebagaimana kami
pun berharap semoga Allah menghimpun kita dalam kebenaran dan jihad di dunia
serta kebahagiaan abadi di akhirat kelak. Apa yang kami sampaikan ini bukanlah
sekedar tulisan untuk mengisi kekosongan, menyenangkan fikiran atau menyegarkan
jiwa sesaat saja dan setelah itu tak ada lagi guna.


Tulisan ini adalah arahan yang harus kita pegang erat karena
dia adalah bagian dari manhaj Islam. Dengan melaksanakan apa yang tertera
disini, kalian akan mampu dengan idzin Allah, memikul da’wah dan jihad fi
sabilillah. Pasanglah tekad kalian untuk melaksanakannya dan jujurlah kepada
Allah niscaya Allah akan membuktikan apa yang dijanjikan-Nya.